Transformasi Kompetensi, Profesionalisme, dan Identitas Pedagogis Calon Guru Fisika melalui Program Asistensi Mengajar

 ASISTENSI MENGAJAR - S1 PENDIDIKAN FISIKA          

SMA NEGERI 1 MALANG

2025

Transformasi Kompetensi, Profesionalisme, dan Identitas Pedagogis Calon Guru Fisika melalui Program Asistensi Mengajar

___

Febriamanda Kusuma Neng Ayu, Nasywa Alifiah, Nindya Rivantie


Menjalani program Asistensi Mengajar merupakan salah satu perjalanan paling bermakna dalam proses pendidikan kami sebagai mahasiswa S1 Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang. Program ini tidak hanya memberi kesempatan untuk mengajar di kelas, tetapi juga membuka ruang bagi kami untuk berkembang sebagai calon pendidik yang profesional, adaptif, dan reflektif. Selama kurang lebih empat bulan di SMA Negeri 1 Malang, kami bertiga Febriamanda, Nasywa Alifiah, dan Nindya Rivantie menghadapi berbagai pengalaman yang penuh tantangan, pembelajaran, serta momen-momen yang membentuk perspektif kami tentang dunia pendidikan yang sebenarnya.

Pada awal mendengar bahwa kami akan mengikuti program Asistensi Mengajar, perasaan kami bercampur antara bangga, bersemangat, namun juga cemas. Sebagai mahasiswa pendidikan fisika, kami memahami bahwa mengajarkan mata pelajaran fisika tidaklah mudah. Fisika kerap dianggap sulit, penuh rumus, dan membuat siswa cepat merasa bosan apabila tidak disampaikan dengan tepat. Kekhawatiran tersebut semakin terasa ketika kami membayangkan harus berdiri di depan kelas dan mengelola pembelajaran secara langsung. Namun bersamaan dengan rasa cemas itu, ada harapan besar bahwa kami dapat mengaplikasikan ilmu yang telah kami pelajari sekaligus berkontribusi pada peningkatan pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Malang.

Salah satu pelajaran paling berharga yang kami dapatkan selama program ini adalah kesadaran bahwa mengajar fisika bukan sekadar mentransfer konsep, melainkan menjadi fasilitator pembelajaran. Kami menyadari bahwa dalam kurikulum Merdeka, peran guru bukan lagi berdiri sebagai satu-satunya sumber pengetahuan, tetapi sebagai pendamping yang membantu siswa aktif menemukan dan membangun pemahamannya sendiri. Ketika mengajar materi Pengukuran dalam Kerja Ilmiah dan Energi Alternatif, kami berusaha menerapkan pendekatan student-centered learning. Kami membuat aktivitas berbasis eksplorasi dan diskusi kelompok, memberikan ruang kepada siswa untuk bertanya, menganalisis, dan menyimpulkan sendiri. Pada tahap ini, kami belajar bahwa peran guru adalah mengarahkan, bukan mendominasi; mendorong, bukan memaksa; menguatkan, bukan menggantikan suara siswa. Keterampilan mengelola kelas pun menjadi hal fundamental yang harus kami kuasai. Mengajar fisika yang penuh konsep abstrak menuntut kami untuk kreatif, mampu membaca suasana kelas, dan menyesuaikan strategi secara cepat. Ada kalanya kelas sangat aktif dan antusias, namun ada juga momen ketika kelas sunyi, pasif, dan tampak kehilangan fokus. Dari sinilah kami belajar bahwa mengelola kelas adalah seni yang dipelajari melalui pengalaman langsung, bukan sekadar teori di bangku kuliah.

Pengalaman berkesan lainnya sekaligus menjadi titik balik dalam proses asistensi mengajar adalah ketika kami mengembangkan media pembelajaran inovatif Physics Measure Game Board. Media berbasis permainan ini lahir dari kebutuhan untuk menghadirkan pembelajaran fisika yang lebih interaktif, bermakna, serta dapat menjembatani kesenjangan antara konsep abstrak dan pengalaman konkret siswa. Kami menyadari bahwa banyak peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami konsep satuan, konversi besaran, hingga identifikasi alat ukur karena penyajian materi yang monoton dan terlalu berfokus pada penjelasan teoritis. Oleh karena itu, game board ini dirancang berdasarkan pendekatan Game-Based Learning yang menempatkan aktivitas bermain sebagai jembatan menuju pemahaman konseptual yang lebih mendalam. Dalam permainan tersebut, siswa ditantang untuk menyelesaikan berbagai misi berupa soal pengukuran, memilih dan mengidentifikasi alat ukur yang tepat, hingga melakukan konversi besaran sebelum dapat melanjutkan ke tahap berikutnya.

Pada awalnya, kami sempat ragu apakah model permainan ini dapat diterima oleh siswa, terlebih mengingat sifat fisika yang sering dianggap “serius” dan “sulit”. Namun respons yang muncul jauh melampaui ekspektasi kami. Siswa menunjukkan antusiasme tinggi, terlibat dalam diskusi kelompok yang aktif, saling bekerja sama sekaligus bersaing secara sehat, serta memperlihatkan semangat belajar yang sebelumnya jarang tampak dalam pembelajaran konvensional. Bahkan, siswa yang biasanya pasif dan enggan mengemukakan pendapat justru tampil lebih percaya diri dan berani mencoba tantangan yang diberikan. Moment-moment ini membuat kami semakin yakin bahwa pembelajaran fisika dapat berjalan efektif apabila guru mampu mengemas materi dengan pendekatan yang relevan dan menyenangkan.

Lebih dari sekadar permainan, media ini terbukti memberikan dampak nyata terhadap proses dan hasil belajar siswa. Physics Measure Game Board mampu meningkatkan motivasi dan minat siswa, memperkuat pemahaman konsep melalui pengalaman langsung, mendorong interaksi positif antar siswa, serta menciptakan suasana kelas yang lebih hidup dan jauh dari rasa tegang. Pengalaman ini memberi kami pemahaman baru bahwa inovasi tidak selalu harus rumit atau mahal; justru pendekatan sederhana yang berpijak pada kebutuhan nyata siswa sering kali menghasilkan pembelajaran yang paling bermakna. Selain itu, media ini sekaligus membuktikan bahwa fisika dapat dipelajari dengan cara yang inspiratif apabila guru berperan sebagai fasilitator yang kreatif, adaptif, dan mampu menghadirkan strategi yang selaras dengan karakteristik peserta didik.

Selama proses mengajar, kami menghadapi berbagai tantangan yang menuntut kemampuan adaptasi sekaligus ketajaman dalam membaca dinamika kelas. Sebagai mata pelajaran yang kerap dianggap sulit, fisika sering membuat siswa datang ke kelas dengan rasa cemas, takut salah, atau kurang percaya diri sehingga atmosfer belajar pada setiap pertemuan tidak selalu stabil. Ada kelas yang sangat kooperatif, cepat memahami instruksi, dan aktif berdiskusi, tetapi ada pula kelas yang membutuhkan pendekatan lebih sabar, lebih terstruktur, bahkan lebih kreatif agar mereka tetap fokus dan terlibat secara aktif. Di sinilah kami belajar secara langsung bahwa pengelolaan kelas yang efektif tidak sekadar mengatur ketertiban, tetapi mencakup kemampuan membangun komunikasi dua arah yang hangat, memanfaatkan contoh-contoh konkret untuk menjembatani konsep abstrak, serta memvariasikan metode pembelajaran agar siswa tidak terjebak pada rutinitas yang membosankan. Pengalaman ini juga menegaskan bahwa pemberian umpan balik yang jelas, relevan, dan tepat waktu sangat penting untuk membantu siswa memahami bukan hanya jawaban yang benar atau salah, tetapi alasan dan konsep ilmiah yang melatarbelakanginya. Menghadapi dinamika yang terus berubah membuat kami semakin menyadari bahwa menjadi guru fisika tidak cukup hanya memahami materi, tetapi harus menjadi pribadi yang sabar, solutif, responsif terhadap kebutuhan belajar siswa, dan kreatif dalam menghadirkan strategi pembelajaran yang memampukan setiap siswa untuk merasa mampu dan berani belajar.

Selain kegiatan akademik, program Asistensi Mengajar membuka wawasan kami bahwa kehidupan sekolah jauh lebih luas daripada yang terlihat. Guru memiliki peran signifikan dalam kegiatan non akademik, dan keterlibatan ini menjadi pengalaman penting bagi kami. Kami ikut serta dalam piket perpustakaan dengan membantu pendataan dan pengelolaan koleksi buku, yang melatih keterampilan ketelitian dan pemahaman tentang literasi sekolah. Pada piket budaya positif, kami berdiri di gerbang setiap pagi untuk menyambut siswa dengan salam, sapa, dan senyum. Melalui kegiatan sederhana ini, kami belajar bahwa membangun hubungan interpersonal dengan siswa tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga sejak mereka memasuki lingkungan sekolah.

Kami juga bertugas di ruang guru, ruang BK, dan Tata Usaha. Di ruang guru, kami membantu merekap kehadiran guru dan menyusun administrasi. Kegiatan ini membuat kami memahami bahwa disiplin dan koordinasi sangat diperlukan untuk menjaga kelancaran pembelajaran. Di ruang BK, kami mendampingi siswa yang mengalami kendala akademik atau perilaku, sekaligus membantu pendataan kartu PIP. Pengalaman ini mengajarkan kami tentang pentingnya empati, komunikasi interpersonal, dan kerahasiaan data siswa. Di Tata Usaha, kami membantu penginputan nilai rapor dan pendataan kesiswaan, yang membuat kami memahami bahwa administrasi pendidikan adalah fondasi penting yang menopang keberhasilan kegiatan belajar mengajar.

Tidak hanya itu, kami juga terlibat dalam kegiatan besar seperti Senin Siaga, Jumat Berseri, Bulan Bahasa, dan KTS mitigasi bencana. Senin Siaga mengajarkan kami bagaimana sekolah membangun kedisiplinan dan literasi melalui kegiatan apel, pembinaan kelas, dan membaca pagi. Jumat Berseri memberi gambaran bagaimana sekolah menanamkan kebiasaan hidup sehat, religius, dan peduli lingkungan melalui program Jumat Sehat, Jumat Religi, dan Jumat Bersih. Pada Bulan Bahasa, kami berperan sebagai juri lomba, sie perlengkapan, dan dokumentasi. Kegiatan ini mengasah kemampuan kami dalam bekerja sama, memimpin bagian tertentu, serta menjadi bagian dari penyelenggaraan kegiatan besar. Pada acara KTS mitigasi bencana, kami mendokumentasikan jalannya simulasi evakuasi, yang menambah wawasan kami tentang pentingnya pendidikan kebencanaan di sekolah.

Selain berperan dalam kegiatan akademik dan non akademik, kami menghasilkan luaran berupa artikel ilmiah, HKI, naskah media pembelajaran, video Best Practice, hingga publikasi melalui media sosial. Seluruh luaran ini mengajarkan kami tentang integrasi antara pembelajaran, penelitian, dan publikasi sebagai bagian dari profesionalisme guru. Menyusun artikel ilmiah membantu kami memahami bagaimana meneliti persepsi siswa secara sistematis. Mendaftarkan HKI membuat kami merasakan pengalaman menghasilkan karya inovatif yang memiliki nilai orisinalitas. Video Best Practice melatih kami menyusun dokumentasi pembelajaran secara runtut, kreatif, dan komunikatif. Sementara itu, pengelolaan akun Instagram menjadi sarana berbagi praktik baik kepada masyarakat luas.

Secara keseluruhan, program ini mengubah cara pandang kami terhadap profesi guru. Kami belajar bahwa guru bukan hanya penyampai materi, tetapi juga pembimbing, inovator, komunikator, manajer kelas, pengembang karya, sekaligus teladan bagi siswa. Kami semakin memahami bahwa guru yang baik adalah guru yang mau terus belajar, beradaptasi, dan meningkatkan kualitas diri. Program Asistensi Mengajar membuat kami tumbuh menjadi pribadi yang lebih percaya diri, empatik, profesional, dan siap menghadapi tantangan dunia pendidikan di masa mendatang. Pengalaman ini memberikan fondasi kuat bagi kami untuk menjadi pendidik fisika yang bukan hanya cakap secara ilmiah, tetapi juga memiliki kepedulian dan kemampuan membangun hubungan yang bermakna dengan siswa dan lingkungan sekolah.


Komentar